Jumlah penduduk saat ini bertambah sekitar 145 ribu angka kelahiran, sementara angka kematian berkisar 60 ribuan per hari. Yang artinya setiap hari penduduk dunia bertumbuh rata-rata 80 ribuan orang yang totalnya saat ini diseluruh dunia mencapai 8 miliyar penduduk. Kebutuhan energi dan pangan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi dunia secara signifikan. Sehingga harus ada solusi yang dapat mengamankan kebutuhan pangan dan energi yang berkesinambungan yakni Agrivoltaic.
Agrivoltaic adalah kependekan dari agriculture dan photovoltaics. Fotovoltaik sendiri adalah teknologi pengubahan energi dari sinar matahari menjadi energi listrik secara langsung. Peralatan fotovoltaik berbentuk kumpulan sel surya yang disusun secara paralel dan disatukan menjadi modul surya. Sehingga Agrivoltaic merupakan konsep yang memanfaatkan lahan pertanian atau peternakan untuk menempatkan panel surya sebagai sistem pembangkit energi listrik.
Cara kerja panel surya sendiri bergantung dengan efek photovoltaic. Jadi panel surya akan menyerap sinar matahari yang kemudian akan menampung energi tersebut. Energi yang dihasilkan akan ditampung ke dalam sebuah baterai. Sehingga sistem dapat tetap berjalan saat hujan maupun malam hari. Pola peletakan panel surya di lahan pertanian bisa memilih salah satu dari tiga pola yang umum digunakan di sistem Agrivoltaic yaitu:
1. Panel surya ditempatkan diantara baris lahan kosong antar tanaman.
2. Menggunakan struktur bangunan rumah kaca yang bagian atasnya ditambahin
panel surya dengan jarak tertentu diantaranya.
3. Membangun struktur panel surya di atas tanaman (stilt-mounted PV), juga dengan jarak tertentu diantaranya. Jarak ini penting dibuat agar sinar matahari dapat sampai pada tanaman.
Penggunaan solar panel sebenarnya cukup ramai didiskusikan belakangan ini. Dipandang memiliki masa depan cerah namun masih ada ganjalan yang membuat penggunaannya belum luas yaitu harganya masih terhitung mahal. Pertimbangan lainnya yaitu biaya pemasangan awal solar panel yang tinggi. Selain itu pemasangan solar panel bisa dikatakan cukup rumit untuk sebagian orang, sehingga memerlukan biasa tambahan untuk proses instalasinya.
Sistem Agrivoltaic memang berkonsep win-win solution tapi bukan berarti akan optimal bagi semua unsur yang terlibat. Karena sistem ini membuat petani harus bercocok tanam di bawah panel surya maka pilihan tanaman akan berbeda dengan pertanian biasa. Pertanian Agrivoltaic hanya akan terbatas pada jenis tanaman yang justru tumbuh baik di area bayangan atau tempat teduh. Ada beberapa jenis buah dan tanaman rendah (low-growing crop) seperti padi, jagung, teh, tomat, hingga kopi yang cocok untuk pertanian teduh. Sebuah studi lapangan oleh Graham dan rekannya yang diterbitkan di Nature Scientific Reports juga menunjukkan penyerbukan alami yang dilakukan serangga di bawah panel surya adalah lebih sedikit. Begitupun dengan tanamannya yang kemungkinan telat mekar.
Selain manfaat bagi tanaman, para peneliti juga menemukan bahwa sistem agrivoltaics meningkatkan efisiensi produksi energi. Budidaya tanaman di bawah panel PV memungkinkan peneliti untuk mengurangi suhu panel. Panel-panel surya yang terlalu panas juga didinginkan oleh tanaman di bawahnya yang memancarkan air melalui proses transpirasi alami mereka layaknya cara kerja kabut. Sejauh ini negara Asia yang berhasil menggunakan agrivoltaic adalah India, Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Vietnam dan China. Masih ada beberapa negara Eropa dan di Amerika yang sudah mengadaptasi sejak lama dan memperlihatkan hasil yang signifikan.
Meski gaung agrivoltaic belum populer di Indonesia namun sebenarnya sudah banyak negara yang melakukan ujicoba sejak lama. Mayoritas pengaplikasian agrivoltaic disokong oleh banyak pihak seperti universitas, lembaga non profit yang berfokus pada clean energy maupun perusahaan energi sehingga bisa berjalan optimal. Beberapa negara mengembangkan PLTS model ini dengan skala besar juga menyambungkannya ke jaringan listrik utama di negara masing-masing. Itulah yang bisa dicontoh oleh Indonesia. Meski Indonesia berlimpah sinar matahari namun belum ada upaya serius dari pemerintah untuk mengoptimalkan energi yang tidak akan habis ini untuk pengembangan pertanian. Bila itu dikerjakan secara serius, pertanian yang memanfaatkan teknologi dan energi terbarukan akan mampu menjawab masalah terbatasnya lahan serta jumlah produksi yang dihasilkan. Hanya dengan memanfaatkan 10-30 persen dari total luas lahan pertanian yang mencapai 210 ribu kilometer persegi, Indonesia sudah bisa memasang 3-9 miliar panel surya. Saat ini, kapasitas PLTS listrik di Indonesia masih kecil, hanya 154 MW. Torehan ini masih kalah dengan Singapura 377 MW.
www.upnjatim.ac.id
agroteknologi.upnjatim.ac.id
By : Isnaini Ainun Habibah