Saat
ini jagung menjadi salah satu komoditas tanaman pangan yang mulai ditingkatkan
nilai tambahnya melalui adanya pengembangan agroindustri pedesaan. Hal ini
disebabkan karena jagung merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua
setelah beras. Dewasa ini, disamping itu jagung juga dimanfaatkan sebagai bahan
baku industri makanan dan pakan ternak. Peningkatan kebutuhan jagung ini
berkaitan dengan meningkatnya usaha peternakan terutama unggas yang memerlukan
jagung sebagai pakan ternaknya. Selain itu, jagung juga dimanfaatkan sebagai
industri makanan, minuman, kimia, hingga farmasi. Pemanfaatannya sebagai bahan
baku industri, tentu memberikan nilai tambah bagi usaha tani komoditas jagung.
Sehingga salah satu upaya yang dilakukan oleh Departemen Pertanian untuk
meningkatkan produktifitas jagung ialah melalui Pendekatan PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu), yang dimana pengelolaan tersebut berdampak langsung terhadap
pengelolaan kesehatan tanaman.
Apa
itu PTT?
PTT
atau Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis
dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan
komponen teknologi secara partisipatis bersama petani. PTT menjadi sebuah
pengembangan dari konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang sebelumnya lebih
dulu dikembangkan. Pada PTT ini memfokuskan mengenai tanaman dan cara
pengelolaan kesehatan tanaman.
Pengelolaan
kesehatan tanaman sendiri merupakan suatu sistem budidaya tanaman dan
pengendalian hama penyakit yang terintegrasi untuk mencapai hasil dan mutu
panen yang optimal dengan keuntungan yang maksimal serta terjaminnya
keseimbangan agroekosistem yang berkelanjutan (Portal Resmi Kabupaten Bogor,
2019).
PTT
jagung bertujuan untuk meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan dan
meningkatkan efisiensi produksi (Haryati & Karsidi, 2015). Pengembangan PTT
jagung di suatu lokasi harus memperhatikan kondisi sumber daya setempat.
Sehingga kita perlu mengetahui syarat tumbuh tanaman jagung yang tepat.
-
Iklim
1. Memiliki
iklim subtropis atau tropis yang terletak antara 0-500 LU hingga 0-400 LS
2. Curah
hujan ideal yakni 85-200 mm/bulan
3. Suhu
optimum 21-34ͦC
4. Intensitas
cahaya matahari secara langsung minimal 8 jam per hari
5. Tidak
memerlukan naungan karena dapat mengahambat atau merusak biji sehingga tidak
membentuk buah
-
Media tanah
1. Memiliki
tekstur tanah yang gembur
2. Kandungan
unsur hara tercukupi
3. pH
tanahnya yakni 5,5-7,5
4. Ketersediaan
air cukup
5. Memiliki
kemiringan tanah >8%
-
Ketinggian
1. Berada
pada ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600
m dpl di atas permukaan laut.
Pengelolaan
kesehatan tanaman jagung harus memperhatikan komponen-komponen dasar demi
menunjang keberlangsungan budidaya tanaman jagung. Komponen dasar tersebut
diantaranya:
1. Varietas
unggul
Komponen
yang pertama yakni varietas unggul. Varietas Unggul Baru (VUB) adalah yang
berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Pengguanaan varietas
unggul tersebut berpengaruh terhadap pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu,
pemilihan varietas juga harus disesuaikan dengan kondisi lahan, keinginan petani,
dan permintaan pasar yang ada.
2. Benih
bermutu
Benih
bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi
(>95%) yang umumnya ditemukan pada benih yang berlabel. Penggunaan benih
bersertifikat dengan vigor tinggi sangat dianjurkan. Biasanya sebelum tanam,
benih jagung perlu adanya pengujian daya tumbuh benih. Benih bermutu apabila
ditanam, maka akan tumbuh pada 4 hari setelah tanam.
3. Populasi
tanaman
Komponen
ini ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Jarak tanam yang
dianjurkan adalah 70-75 cm x 20 cm (1 biji per lubang), 70-75 cm x 40 cm (2
biji per lubang), apabila secara jajar legowo maka 80-100 cm x 40 cm x 20 cm (1
biji per lubang), 80-100 cm x 40 cm x 40 cm (2 biji per lubang). Pada budidaya
jagung tidak dianjurkan penyulaman, karena pengisian biji dari tanah sulaman
tidak optimal.
4. Pemupukan
berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara
Pemberian
pupuk harus diberikan secara berimbang berdasarkan keseimbangan antara hara yang
dibutuhkan oleh tanaman sesuai dengan sasaran tingkat hasil yang ingin dicapai
dengan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan hara N dapat dilihat dari kondisi
warna daun melalui tingkat kehijauannya dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD),
sedangkan untuk hara P dan K dapat dilihat melalui Perangkat Uji Tanah Kering
(PUTK) dan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Pemberian pupuk yang dianjurkan
yakni Phonska 250-300 kg/ha dan Urea 300-450 kg/ha.
Selain
komponen dasar, juga terdapat komponen pilihan yang nantinya disesuaikan dengan
kondisi, kemauan, dan kemampuan petani. Komponen dasar tersebut diantaranya:
1. Penyiapan
lahan
Penyiapan
lahan dilakukan dengan memperhatikan kondisi lahan. Pada lahan sawah pada musim
kemarau yang perlu dilakukan cukup dengan Tanpa Olah Tanah (TOT), yakni dengan
membersihkan rumput-rumputatau tunggal jerami padi sisa panen kemudian membuat
parit sebagai pengairan dan pembuangan apabila kelebihan air akbiat hujan
lebat. Sehingga tiap 4-5 barisan perlu dibuatkan parit dengan kedalaman 20 cm
dan lebar 30 cm. Untuk panjang parit disesuaikan dengan panjang petakan. Untuk
jerami padi sisa panen biasanya dihamparkan diatas tanah guna menjaga
kelembaban tanah dan juga mencegah pertumbuhan gulma (Suheri et al., 2021).
2. Pembuatan
saluran drainase di lahan kering pada musim hujan atau saluran irigasi di lahan
sawah pada musim kemarau
Saluran
drainase diperlukan untuk pengairan air dari areal pertanaman terutama pada
musim hujan. Saluran drainase dibuat saat penyiangan pertama dengan menggunakan
cangkul. Alternatif pemberian air yang bisa dilakukan pada musim hujan adalah
dengan sistem kocor yang bersamaan dengan pemupukan khususnya pada tanah yang berliat.
Sedangkan pada lahan sawah pengairan yang dibutuhkan adalah melalui saluran
irigasi agar dapat mempermudah pengaturan pengairan tanaman yang dibuat saat
penyiangan pertama. Saluran irigasi dibuat setiap 2 baris tanaman karena lebih
efisien dibandingkan dibuat pada setiap 1 baris tanaman saja (Margaretha & Syuryawati, 2017).
3. Pemberian
pupuk organik
Menanam
jagung di lahan sawah saat musim kemarau juga perlu adanya pemberian pupuk organik
yang digunakan sebagai penutup lubang tanam. Sisa jerami padi yang dihamparkan
di atas tanah diaplikasikan setelah tanam juga berfungsi sebagai pupuk organik
yang dapat memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah.
4. Pembubuhan
Pembubuhan
yakni mencangkul sedikit tanah yang berada di sela jarak tanam yang kemudian
digundukkan dipangkal batang tanam agar lingkungan akar baik dan tanaman dapat
tumbuh kokoh sehingga tidak mudah rebah. Pembubuhan dilakukan bersamaan dengan
penyiangan pertama dan pembuatan saluran, atau setelah pemupukan kedua yakni 35
HST bersamaan dengan penyiangan kedua secara mekanis.
5. Pengendalian
gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak
Untuk
mengendalikan gulma dapat dilakukan penyiangan yakni mencabut gulma yang berada
diantara sela-sela tanaman. Penyiangan di lahan sawah pada musim kemarau
dilakukan pada umur 15 HST.
6. Pengendalian
hama dan penyakit
Pengendalian
hama dan penyakit tanaman jagung dapat dilakukan dengan pendekatan secara
terpadu, yakni:
a. Identifikasi
jenis dan populasi hama oleh petani dan pengamat OPT di lapangan.
b. Penetuan
tingkat kerusakan tanaman menurut kerugian ekonomi atau ambang tindakan
c. Menggunakan
taknik dan teknik pengendalian:
o
Tanaman diusahakan untuk selalu sehat
o
Apabila terserang hama dan penyakit maka
dapat dilakukan pengendalian secara hayati, fisik ataupun mekanis.
o
Menggunakan varietas tahan
o
Menggunakan senyawa hormon
o Apabila serangan sudah cukup parah, maka baru
dapat dilakukan pengendalian menggunakan pestisida
7. Panen
tepat waktu dan pengeringan segera
Panen jagung harus dilakukan tepat waktu karena dapat mempengaruhi kualitas biji jagung. Tindakan yang dilakukan sebelum pemanenan adalah pemangkasan bagian tanaman yang berada diatas tongkol pada saat biji sudah mencapai masak fisiologis atau kelobot jagung sudah mengering yakni berwarna coklat muda. Apabila biji sudah mengkilap dan saat ditekan dengan kuku tidak membekas atau biji telah mengeras, maka jagung siap untuk dipanen. Panen dilakukan saat cuaca cerah dengan kadar air biji ±30%. Namun apabila kadar air biji telah mencapai ±20% maka tongkol jagung dapat dipipil dan dijemur hingga kadar air mendekati ±14%.
Tidak
dapat dipungkiri bahwasannya permintaan pasar akan jagung sangat meningkat.
Sehingga banyak sebagian orang yang ingin untuk memiliki budidaya tanaman jagung.
Lalu apa saja yang perlu dipersiapkan untuk memulai budidaya jagung? Dan
bagaimana agar dapat meningkatkan pendapatan serta keuntungan secara maksimal?
Berikut
merupakan analisa keuangan atau Cash Flow pada budidaya jagung (Wibishanna & Mustadjab, 2016).
Pendapatan usahatani budidaya tanaman jagung diatas dibedakan menjadi dua kelompok yakni apabila menggunakan GDM dan tidak menggunakan GDM. GDM adalah pupuk dan suplemen organik cair yang di hasilkan dari bahan-bahan murni 100% organik. Dapat terlihat jelas bahwasannya keuntungan yang didapat saat menggunakan pupuk GDM memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan tanpa menggunakan pupuk GDM. Dari harga jual Rp 3.500/kg, petani dapat menghasilkan keuntungan hingga Rp 32 juta dari input yang ia keluarkan sebanyak Rp 12 juta. Perbandingan antara penerimaan dengan biaya usaha didaptkan R/C ratio yakni 2.61 untuk budidaya menggunakan pupuk GDM dan R/C ratio yakni 2.37 untuk budidaya tanpa pupuk GDM. Artinya pada budidaya menggukan pupuk GDM setiap pengeluaran Rp 1.000 maka petani mendapatkan Rp 2.610 per hektar, sedangkan untuk budidaya tanpa pupuk GDM setiap pengeluaran Rp 1.000 maka petani mendapatkan Rp 2.370 per hektar. Maka dari R/C rasio nilainya lebih dari 1, otomatis petani mendaptakan keuntungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Haryati,
Y., & Karsidi, P. (2015). Implementasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada
Jagung Hibrida (Zea mays L.). Jurnal Agrotrop, 5(1), 101–109.
Margaretha, M., & Syuryawati, S.
(2017). Penerapan Teknologi Produksi Jagung Melalui Pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu Pada Lahan Sawah Tadah Hujan. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan, 1(1), 53.
Suheri, H., Jaya, K. D., & Kusumo, B.
H. (2021). Pengelolaan Tanaman Penutup Tanah untuk Meningkatkan Produksi Jagung
Manis Di Lahan Kering Vertisol Lombok. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan,
117–125.
Wibishanna, A., & Mustadjab, M. M.
(2016). Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada
Usahatani Jagung ( Zea Mays L .). Jurnal Habitat, 26(2), 136–143.
Nama
: Isnaini Ainun Habibah
NPM
: 21025010158
Kelas :
C025
Mata
Kuliah : MOPTT
Dosen
Pengampu : Dr. Ir. Sri
Wiyatiningsih, MP.