Saturday, March 18, 2023

Pengelolaan Kesehatan Tanaman pada Budidaya Jagung (Zea mays)

Saat ini jagung menjadi salah satu komoditas tanaman pangan yang mulai ditingkatkan nilai tambahnya melalui adanya pengembangan agroindustri pedesaan. Hal ini disebabkan karena jagung merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Dewasa ini, disamping itu jagung juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak. Peningkatan kebutuhan jagung ini berkaitan dengan meningkatnya usaha peternakan terutama unggas yang memerlukan jagung sebagai pakan ternaknya. Selain itu, jagung juga dimanfaatkan sebagai industri makanan, minuman, kimia, hingga farmasi. Pemanfaatannya sebagai bahan baku industri, tentu memberikan nilai tambah bagi usaha tani komoditas jagung. Sehingga salah satu upaya yang dilakukan oleh Departemen Pertanian untuk meningkatkan produktifitas jagung ialah melalui Pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu), yang dimana pengelolaan tersebut berdampak langsung terhadap pengelolaan kesehatan tanaman.

Apa itu PTT?

PTT atau Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatis bersama petani. PTT menjadi sebuah pengembangan dari konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang sebelumnya lebih dulu dikembangkan. Pada PTT ini memfokuskan mengenai tanaman dan cara pengelolaan kesehatan tanaman.

Pengelolaan kesehatan tanaman sendiri merupakan suatu sistem budidaya tanaman dan pengendalian hama penyakit yang terintegrasi untuk mencapai hasil dan mutu panen yang optimal dengan keuntungan yang maksimal serta terjaminnya keseimbangan agroekosistem yang berkelanjutan (Portal Resmi Kabupaten Bogor, 2019).

PTT jagung bertujuan untuk meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan dan meningkatkan efisiensi produksi (Haryati & Karsidi, 2015). Pengembangan PTT jagung di suatu lokasi harus memperhatikan kondisi sumber daya setempat. Sehingga kita perlu mengetahui syarat tumbuh tanaman jagung yang tepat.

-          Iklim

1.     Memiliki iklim subtropis atau tropis yang terletak antara 0-500 LU hingga 0-400 LS

2.     Curah hujan ideal yakni 85-200 mm/bulan

3.     Suhu optimum 21-34ͦC

4.     Intensitas cahaya matahari secara langsung minimal 8 jam per hari

5.  Tidak memerlukan naungan karena dapat mengahambat atau merusak biji sehingga tidak membentuk buah

-          Media tanah

1.     Memiliki tekstur tanah yang gembur

2.     Kandungan unsur hara tercukupi

3.     pH tanahnya yakni 5,5-7,5

4.     Ketersediaan air cukup

5.     Memiliki kemiringan tanah >8%

-          Ketinggian

1.     Berada pada ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl di atas permukaan laut.

Pengelolaan kesehatan tanaman jagung harus memperhatikan komponen-komponen dasar demi menunjang keberlangsungan budidaya tanaman jagung. Komponen dasar tersebut diantaranya:

1.     Varietas unggul

Komponen yang pertama yakni varietas unggul. Varietas Unggul Baru (VUB) adalah yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Pengguanaan varietas unggul tersebut berpengaruh terhadap pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu, pemilihan varietas juga harus disesuaikan dengan kondisi lahan, keinginan petani, dan permintaan pasar yang ada.

2.     Benih bermutu

Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi (>95%) yang umumnya ditemukan pada benih yang berlabel. Penggunaan benih bersertifikat dengan vigor tinggi sangat dianjurkan. Biasanya sebelum tanam, benih jagung perlu adanya pengujian daya tumbuh benih. Benih bermutu apabila ditanam, maka akan tumbuh pada 4 hari setelah tanam.

3.     Populasi tanaman

Komponen ini ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 70-75 cm x 20 cm (1 biji per lubang), 70-75 cm x 40 cm (2 biji per lubang), apabila secara jajar legowo maka 80-100 cm x 40 cm x 20 cm (1 biji per lubang), 80-100 cm x 40 cm x 40 cm (2 biji per lubang). Pada budidaya jagung tidak dianjurkan penyulaman, karena pengisian biji dari tanah sulaman tidak optimal.

4.     Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara

Pemberian pupuk harus diberikan secara berimbang berdasarkan keseimbangan antara hara yang dibutuhkan oleh tanaman sesuai dengan sasaran tingkat hasil yang ingin dicapai dengan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan hara N dapat dilihat dari kondisi warna daun melalui tingkat kehijauannya dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD), sedangkan untuk hara P dan K dapat dilihat melalui Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) dan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Pemberian pupuk yang dianjurkan yakni Phonska 250-300 kg/ha dan Urea 300-450 kg/ha.

Selain komponen dasar, juga terdapat komponen pilihan yang nantinya disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani. Komponen dasar tersebut diantaranya:

1.     Penyiapan lahan

Penyiapan lahan dilakukan dengan memperhatikan kondisi lahan. Pada lahan sawah pada musim kemarau yang perlu dilakukan cukup dengan Tanpa Olah Tanah (TOT), yakni dengan membersihkan rumput-rumputatau tunggal jerami padi sisa panen kemudian membuat parit sebagai pengairan dan pembuangan apabila kelebihan air akbiat hujan lebat. Sehingga tiap 4-5 barisan perlu dibuatkan parit dengan kedalaman 20 cm dan lebar 30 cm. Untuk panjang parit disesuaikan dengan panjang petakan. Untuk jerami padi sisa panen biasanya dihamparkan diatas tanah guna menjaga kelembaban tanah dan juga mencegah pertumbuhan gulma (Suheri et al., 2021).

2.     Pembuatan saluran drainase di lahan kering pada musim hujan atau saluran irigasi di lahan sawah pada musim kemarau

Saluran drainase diperlukan untuk pengairan air dari areal pertanaman terutama pada musim hujan. Saluran drainase dibuat saat penyiangan pertama dengan menggunakan cangkul. Alternatif pemberian air yang bisa dilakukan pada musim hujan adalah dengan sistem kocor yang bersamaan dengan pemupukan khususnya pada tanah yang berliat. Sedangkan pada lahan sawah pengairan yang dibutuhkan adalah melalui saluran irigasi agar dapat mempermudah pengaturan pengairan tanaman yang dibuat saat penyiangan pertama. Saluran irigasi dibuat setiap 2 baris tanaman karena lebih efisien dibandingkan dibuat pada setiap 1 baris tanaman saja (Margaretha & Syuryawati, 2017).

3.     Pemberian pupuk organik

Menanam jagung di lahan sawah saat musim kemarau juga perlu adanya pemberian pupuk organik yang digunakan sebagai penutup lubang tanam. Sisa jerami padi yang dihamparkan di atas tanah diaplikasikan setelah tanam juga berfungsi sebagai pupuk organik yang dapat memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah.

4.     Pembubuhan

Pembubuhan yakni mencangkul sedikit tanah yang berada di sela jarak tanam yang kemudian digundukkan dipangkal batang tanam agar lingkungan akar baik dan tanaman dapat tumbuh kokoh sehingga tidak mudah rebah. Pembubuhan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan pembuatan saluran, atau setelah pemupukan kedua yakni 35 HST bersamaan dengan penyiangan kedua secara mekanis.

5.     Pengendalian gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak

Untuk mengendalikan gulma dapat dilakukan penyiangan yakni mencabut gulma yang berada diantara sela-sela tanaman. Penyiangan di lahan sawah pada musim kemarau dilakukan pada umur 15 HST.

6.     Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman jagung dapat dilakukan dengan pendekatan secara terpadu, yakni:

a.     Identifikasi jenis dan populasi hama oleh petani dan pengamat OPT di lapangan.

b.     Penetuan tingkat kerusakan tanaman menurut kerugian ekonomi atau ambang tindakan

c.     Menggunakan taknik dan teknik pengendalian:

o   Tanaman diusahakan untuk selalu sehat

o   Apabila terserang hama dan penyakit maka dapat dilakukan pengendalian secara hayati, fisik ataupun mekanis.

o   Menggunakan varietas tahan

o   Menggunakan senyawa hormon

o Apabila serangan sudah cukup parah, maka baru dapat dilakukan pengendalian menggunakan pestisida

7.     Panen tepat waktu dan pengeringan segera

Panen jagung harus dilakukan tepat waktu karena dapat mempengaruhi kualitas biji jagung. Tindakan yang dilakukan sebelum pemanenan adalah pemangkasan bagian tanaman yang berada diatas tongkol pada saat biji sudah mencapai masak fisiologis atau kelobot jagung sudah mengering yakni berwarna coklat muda. Apabila biji sudah mengkilap dan saat ditekan dengan kuku tidak membekas atau biji telah mengeras, maka jagung siap untuk dipanen. Panen dilakukan saat cuaca cerah dengan kadar air biji ±30%. Namun apabila kadar air biji telah mencapai ±20% maka tongkol jagung dapat dipipil dan dijemur hingga kadar air mendekati ±14%.

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya permintaan pasar akan jagung sangat meningkat. Sehingga banyak sebagian orang yang ingin untuk memiliki budidaya tanaman jagung. Lalu apa saja yang perlu dipersiapkan untuk memulai budidaya jagung? Dan bagaimana agar dapat meningkatkan pendapatan serta keuntungan secara maksimal?

Berikut merupakan analisa keuangan atau Cash Flow pada budidaya jagung (Wibishanna & Mustadjab, 2016).

Pendapatan usahatani budidaya tanaman jagung diatas dibedakan menjadi dua kelompok yakni apabila menggunakan GDM dan tidak menggunakan GDM. GDM adalah pupuk dan suplemen organik cair yang di hasilkan dari bahan-bahan murni 100% organik. Dapat terlihat jelas bahwasannya keuntungan yang didapat saat menggunakan pupuk GDM memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan tanpa menggunakan pupuk GDM. Dari harga jual Rp 3.500/kg, petani dapat menghasilkan keuntungan hingga Rp 32 juta dari input yang ia keluarkan sebanyak Rp 12 juta. Perbandingan antara penerimaan dengan biaya usaha didaptkan R/C ratio yakni 2.61 untuk budidaya menggunakan pupuk GDM dan R/C ratio yakni 2.37 untuk budidaya tanpa pupuk GDM. Artinya pada budidaya menggukan pupuk GDM setiap pengeluaran Rp 1.000 maka petani mendapatkan Rp 2.610 per hektar, sedangkan untuk budidaya tanpa pupuk GDM setiap pengeluaran Rp 1.000 maka petani mendapatkan Rp 2.370 per hektar. Maka dari R/C rasio nilainya lebih dari 1, otomatis petani mendaptakan keuntungan.

 


DAFTAR PUSTAKA

Haryati, Y., & Karsidi, P. (2015). Implementasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Jagung Hibrida (Zea mays L.). Jurnal Agrotrop, 5(1), 101–109.

Margaretha, M., & Syuryawati, S. (2017). Penerapan Teknologi Produksi Jagung Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Lahan Sawah Tadah Hujan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 1(1), 53. 

Suheri, H., Jaya, K. D., & Kusumo, B. H. (2021). Pengelolaan Tanaman Penutup Tanah untuk Meningkatkan Produksi Jagung Manis Di Lahan Kering Vertisol Lombok. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, 117–125.

Wibishanna, A., & Mustadjab, M. M. (2016). Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Jagung ( Zea Mays L .). Jurnal Habitat, 26(2), 136–143.



Nama                           : Isnaini Ainun Habibah

NPM                           : 21025010158

Kelas                          : C025

Mata Kuliah                : MOPTT

Dosen Pengampu        : Dr. Ir. Sri Wiyatiningsih, MP.

REVITALISASI PERTANIAN: Inovasi Nano Biopestisida dari Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) dan Dampaknya Terhadap Keberlanjutan Pertanian

Sumber: https://www.greeners.co/ide-inovasi/biopestisida-dari-kulit-durian/   Biopestisida? Biopestisida adalah pestisida yang berasal dar...